Black Swan (2010): Sisi Terumit Kehidupan Balerina

2 Comments

Judul film: Black Swan

Sutradara: Darren Aronofsky

Pemeran: Natalie Portman, Mila Kunis, Vincent Cassel


Natalie Portman bermain sangat apik di film yang mengisahkan dua karakter bertentangan dalam satu diri seorang penari balet, Nina Sayers. Bekerja sebagai profesional di perusahaan pertunjukan balet beken di Kota New York, Nina harus bersaing dengan banyak penari berbakat. Dan ia mendapatkan peran sangat menantang sebagai Ratu Angsa. Dua sekaligus: Angsa Putih yang baik dan menawan, juga Angsa Hitam yang murka dan tak mengenal rasa.

Ada yang disingkirkan oleh naiknya Nina. Ada penguntit yang siap menyerobot peran Nina. Ada ibu terlampau protektif yang dipunya Nina. Ada Thomas pelatih Prancis nya yang menekannya dengan sangat kejam. Semua itu membelenggu Nina hingga dirinya limbung. Hidup di antara berbagai tekanan, Nina berusaha ke luar dari permasalahan.

Film ini mengandung pesan moral yang spesial, menunjukkan bahwa segala permasalahan hidup sejatinya berasal dari diri sendiri. Ketakutan akan bayangan, tak mampunya menguasai emosi, berhasil disajikan Natalie Portman dengan ekspresi totalnya sepanjang film. Sang sutradara juga berhasil menampilkan kehidupan balet dengan segala kemuraman dan gemerlap, hingga tidak jelas lagi apakah penari balet berada di dunia fiksi atau fakta saking beratnya latihan yang mereka dapat.

Secara khusus, penampilan Natalie Portman layak mendapat 9 bintang dari 10. Sementara film secara keseluruhan berhak memperoleh 8,3 bintang dari 10.

Opera Jawa (2006): Karya Garin Nugroho adalah Indonesia itu Sendiri

2 Comments

Judul Film: Opera Jawa

Sutradara: Garin Nugroho

Penulis: Armantono dan Garin Nugroho

Pemeran: Artika Sari Devi, Martinus Miroto, Eko Supriyanto

Garin Nugroho selalu menampilkan Indonesia dengan sangat jujur. Eksotika negeri disajikan dengan sederhana tanpa mengurangi kualitas cerita. Film garapan Garin tak bisa disangkal lagi, terus menjadi jaminan mutu. Masih ingat dengan film sarat nuansa politik berlatar Aceh pada ‘Puisi tak Terkuburkan’? Atau tuturan kehidupan jalanan Jogja di ‘Daun di Atas Bantal’ yang berkolaborasi sangat kuat bersama aktris berkelas Christine Hakim? Belum lagi Cinta dalam Sepotong Roti, Bulan Tertusuk Ilalang. Garin dan pemikirannya adalah Indonesia itu sendiri.

Ciri khas Garin adalah simbolik, bercitarasa tinggi, bermakna dalam, dan jujur susah dimengerti. Menerjemahkan karya seorang Garin adalah kebebasan. Karena menonton disertai harapan yang muluk terhadapnya tak ubahnya memasung imajinasi dan kekuatan berpikir penontonnya.

Opera Jawa

Ramayana menjadi kisah epos luar biasa yang menembus sekat sekat rasial. Berbagai cerita turunan didasarkan pada cerita karangan Mpu Walmiki dari Negeri Hindustan. Garin Nugroho bersama sineas Austria, dalam rangka peringatan 100 tahun wafatnya musisi besar Mozart, menerjemahkan Ramayana dari sudut pandang budaya Jawa. Tarian, tembang, busana dikolaborasikan sehingga menghasilkan sebuah karya yang sangat spesial.

Siti, Setyo, dan Ludiro menggambarkan Shinta, Rama, dan Rahwana. Dahulu, ketiga bersahabat itu berperan di kisah Ramayana pada pertunjukan di kampung mereka. Sejalan waktu, Siti dan Setyo menikah dan mengurus bisnis gerabah. Namun, Ludiro masih terus mencintai Siti. Dan, datanglah bencana itu: usaha Setyo bangkrut. Ajaibnya, Shinta mulai tergoda oleh Ludiro.

Apa yang spesial dari Opera Jawa? Garin mencoba menggeser pemikiran bahwa Shinta mutlak tak tergoda oleh Rahwana. Pada film ini, kejutan kejutan akan ditampilkan.

Akting yang ditampilkan Artika, Martinus, dan Eko bisa dikatakan bagus. Para seniman juga ditampilkan dengan sangat memesona dalam balutan busana yang eksotis. Selain itu, panorama yang dibidik Garin seakan menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya. Tidak ada alasan untuk kecewa menjadi Indonesia.

Terima kasih teruntuk Mas Garin Nugroho dengan film film berkualitas Anda. Tuhan yang membalas jerihmu, Mas.

Meribut di http://www.andhysmarty.multiply.com

The King’s Speech: Raja Gagap Inggris, Aziz, dan SBY

Leave a comment



Tak butuh menampilkan riasan ekstra tebal. Inggris memesona terbukti dari koloninya yang solid. Bukan mempertanyakan nasionalisme Nusantara yang semrawut. Di ujung film ini, nurani seakan tersentak, jika beban gagap seorang raja baru meluap. King George VI mampu berbicara di depan umum.

Bayangan serasa menuju SBY. Dengan gaya yang berlebihan sekelas dengan Aziz, SBY bisa dikatakan tertinggal kualitas oleh Colin Firth, pemeran sang raja. Akting Firth sangat mengejutkan. Sepanjang film mulut kita serasa ikut diaduk. Seperti menyertai sang raja bersama si terapis Dr. Lionel.

The King’s Speech layak dianugerahi sebagai film terbaik pada Oscar 2011. Isi cerita yang kompleks dengan penyajian khas British, seting cerita menawan, dan tentunya akting brilian Colin Firth dan Geoffrey Rush. Inggris pada film menjadi suatu negeri yang apa adanya. Tak seperti SBY, dan juga kita: yang super cengeng menghadapi permasalahan hidup.

Nilai: 9,5 bintang dari 10.

Meribut di http://www.andhysmarty.multiply.com